Monday, June 04, 2007

Mall vs Kids

Pagi-pagi badan masih setengah pegal karena perjalanan tadi malam dari Tulungagung. Karena si mas mbelani anak-anak BGFC yang tanding, kita akhirnya baru mulai meluncur ke Surabaya pukul 7.30 malam, alhasil tadi malam baru sampe rumah jam 11 malam.
Selesai ritual biasa bangun tidur, aku baca koran, lha kok headline nya bikin miris. Another tragedy. Ada anak 6 tahun yang jatuh setinggi 3 lantai di mall, dan (tentu saja tidak mengherankan) meninggal. Berita selengkapnya bisa dilihat disini dan percayalah, siapapun yang sudah jadi orangtua, pasti tak bisa menyembunyikan pertanyaan ini “Kok bisa sich??”
Mungkin baik juga dilihat kesaksian Chem Fuk , ayah Lyvia Mudita (nama anak itu). Tentu tak ada satu orangtua pun yang menginginkan hal ini terjadi (bahkan tidak di mimpi yang terburukpun). Aku percaya itu.
Tapi...
Kadang-kadang aku berpikir, memang berat jadi orangtua. Tak boleh sedetikpun kita lengah kalau itu menyangkut keamanan dan keselamatan anak-anak kita. Sudah tak terhitung banyaknya kita baca berita anak-anak yang celaka bahkan meninggal karena kecelakaan rumah tangga, misalnya aja kesiram air panas. Atau aku pernah baca seorang bayi meninggal karena terinjak kakaknya. Masyaalloh, nggak bisa bayangin gimana perasaan orangtuanya, that must be the worst feeling a parent (even a human) can feel. Naudzubillahimindzalik...
To be honest, sebagai orangtua, aku sangat jauh dari sempurna. Anak-anakku pun juga tak luput dari kecelakaan-kecelakaan kecil, macam jatuh dari tempat tidur, atau terpeleset di lantai rumah yang basah, atau kepala benjol karena kejedug dan lain-lain. Tapi membaca kisah si Lyvia ini aku sempat mengernyitkan dahi juga.
Mall, indeed, is a very dangerous place for kids. Not only it’s full of strangers, but also because there are lots of instruments there, which are actually not suitable for children (in fact, some are stuff that have to keep away from children). Aku pribadi, selalu agak paranoid ketika mengajak anak-anak ke mall. Otherwise, if I need to do something that is not for kids (misal belanja dalam arti membeli sesuatu) I prefer not to take them along with me. Kalo aku pergi ke mall dengan anak2, selalu kuusahakan bahwa itu memang bener2 waktuku bermain dan jalan-jalan dengan mereka. Thus, I can be actually keep them under my eyes all the time.
Atau kalopun bawa mbak pengasuh, ketika kutinggalkan mereka harus dalam keadaan bermain di tempat yang tertutup dan aman (dalam arti tidak keluyuran di lorong2 mall). Tempat seperti ini kan sudah banyak dan selalu tersedia di hampir setiap mall. Dan selalu akan kupastikan aku kembali untuk mereka jauh sebelum jam bermainnya habis. Tak ada tawar menawar dalam hal ini. Apalagi dengan anak-anak seperti Abe dan Bea yang bahkan berhenti bergerak untuk sekedar menghela napas saja mereka tidak pernah.

Pernah juga, di suatu hari yang kacau (mendekati lebaran, mbak pengasuh sudah pada mudik sementara kita harus ke mall untuk beli sepatu karena sepatu Abe yg satu-satunya barusan jebol) aku kehilangan Abe di mall!! Gara-gara umek sama Bea (yg masih belajar jalan), dan si mas urusin pembelian sepatu, sedetik aku kehilangan pandang dari Abe dan sudah berbuah dia menghilang. Masyaalloh paniknya masih tak terbayangkan sampai sekarang!! Waktu itu aku ingat di Matahari sedang rame-ramenya orang belanja menjelang lebaran. Aku sendiri kalo gak sangat amat terpaksa gak bakalan deh belanja di Matahari dekat2 lebaran kaya gitu.
At the end of that day, tak pernah aku bersyukur seperti malam itu karena Allah telah mengkaruniakan kepada kami anak secerdas Abe. Dia kami temukan duduk di belakang meja kasir, sedang bercanda dengan mbak2 karyawan kasir. Disampingnya ada seorang satpam nungguin. Tak terkira leganya begitu kami lihat dia, tak kurang suatu apa. Bahkan wajahnya pun tak ada tanda2 cemas sama sekali. Begitu ketemu aku, kalimat pertama yang diucapkan Abe waktu itu, “Pak Satpam, itu dia Ibukku yang kubilang hilang tadi!!” sambil dengan antusias menunjuk aku. :D
Kejadian itu sudah lebih dari cukup untuk memukul seluruh isi kepalaku. Membunyikan alarm di otakku tentang bagaimana pentingnya memastikan anak-anak selalu dalam pengawasan selama mereka di mall (tanpa sedetikpun terlalaikan). Dengan tegas juga kutanamkan ke mbak pengasuh tentang bahayanya melepaskan anak-anak dari pengawasan biar sedetikpun. Makanya aku kadang2 suka memberi waktu khusus, kesempatan si mbak pengasuh untuk juga merasakan jalan2 di mall dengan bebas, biar ketika mereka harus menjaga anak-anak, mereka tidak lagi “lapar mata” dengan mall dan membuka kemungkinan mereka lalai pada tugas mengawasi anak-anak.
Back to Lyvia...
Ayahnya mengungkapkan kalo dia dan istrinya memang biasa melepas Lyvia di mall, karena si kecil 6 tahun ini sudah hapal keadaan mall tersebut. Jujur bagiku kebiasaan ini sangat amat beresiko besar. Namanya anak-anak kita tidak bisa mengandalkan mereka untuk selalu tertib setiap saat. Ada curiousity yang setiap saat siap mengambil alih kontrol terhadap mereka. Itulah kenapa kita tidak boleh (dan tidak pernah boleh) mempercayakan keselamatan anak-anak kepada dirinya sendiri. Kalo curiousity sudah mengambil alih, mereka sudah akan lupa pesan2 yang kita tanamkan tentang ketertiban dan bahaya. Penggalan berita Lyvia ini buktinya :
.... Chem Fuk tak pernah tahu persis saat-saat Livya celaka. Namun, rekaman CCTV ITC Mega Grosir menunjukkan bagaimana gadis itu tewas. Di video tersebut, terasa benar keceriaan dan "keusilan" seorang bocah kecil. Livya terlihat berjalan menuju travelator (eskalator tak berundak). Dua tangannya memainkan rambut, khas anak kecil. Sejurus kemudian, kaki-kaki kecilnya menaiki pembatas travelator yang seperti anak tangga. Tiba-tiba, kaki kirinya seperti terseret ban travelator. Setelah itu, tubuh Livya tak lagi terlihat di video tersebut. CCTV di lantai LG merekam tubuh kecil Livya terbanting ke lantai.....
Ngeri kan..??
Aku yakin sudah banyak kali si ibu-ayahnya pesan untuk tidak bermain-main dengan eskalator. Buktinya mereka sudah terbiasa melepas si Lyvia sendiri, ini kan berarti karena mereka yakin Lyvia sudah bisa dipercaya menjaga keselamatannya sendiri. Tapi apa daya kalo keusilan dan curiousity khas anak-anaknya sudah mengambil alih kontrol... ??? –sigh-
Pagi ini Abe ikut baca korannya...kulihat dia berpikir keras sambil dengan ngeri lihat foto2 jatuhnya Lyvia...(there, you really need to see that dear...take a lesson from it okay??) :D

1 comment:

aaqilyas'mum said...

aku juga heran n ngga habis pikir.. tragedi yah tragedi. tapi ini sesuatu yang sebtulnya sangat bisa dihindari. memang pada akhirnya Yang Diatas juga yang mengatur hidup atau mati. waktu aku liat lagi bapaknya anak itu diwawancarai. aku ngga melihat sedikitpun ekspresi panik sedih dimuka dia, mungkin dia orang yang paling pandai menyembunyikan perasaan ya..hh ehehhe i dunno i expected him to be more 'shocked' than just explaining the occurance to the tv reporter ever so casually. im sorry but, letting your kid that young that freely at the mall!? i think he need a bit of smack on the head. :P